BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Pragmatik
adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan
ditafsirkan oleh pendengar ( atau pembaca). Sebagai akibat studi ini lebih
banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksud orang dengan
tuturan-tuturannya daripada dengar makna terpisah dari kata atau frasa yang
digunakan dalam tuturan itu sendiri. Prakmatik adalah studi tentang maksud
penutur.
Berbahasa adalah
aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan
berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam
berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah
yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya
terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur
bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan
di dalam interaksi lingual itu (Allan dalam Wijana, 1996).
Agar
apa yang kita kita katakan dalam interaksi tersebut bermakna, maka kita harus
memperhatikan berbagai macam faktor yang
berkaitan dengan kesenjangan dan kedekatan social. Sebagian faktor-faktor ini
terbentuk khusus melalui suatu interaksi selain karena faktor luar juga.
Sudah
lazim apabila kita memperlakukan kesopanan sebagai suatu konsep yang tegas
seperti gagasan tingkah laku sosial yang sopan,atau etiket terdapat dalam
budaya. Juga dimungkinkan menentkan sejumlah prinsip-prinsip umum yang berebda
untuk menjadi sopan dalam interaksi sosial dalam suatu budaya khusus.
B. Rumusan Masalah
Untuk mencapai tujuan pembahasan yang diinginkan,
penulis merasa perlu merumuskan masalah masalah terlebih dahulu. Merujuk pada
latar belakang, penulis merumuskan masalah pada beberapa pertanyaan berikut.
1. Bagaimana kebahasaan di dalam
interaksi lingual yang baik?
2. Bagaimana
agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran
yang tidak sopan?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
apa maksud dari kesopanan dan interkasi dalam pragmatik.
2.
Mengetahui
apa saja maksim yang terdapat pada kesopanan.
Makalah
ini disusun dengan metode pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif. Penulis akan menguraikan permasalahn yang dibahas dengan
jelas dan komprehensif. Data makalah yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik
studi pustaka yaitu penulis mengambil data dari kegiatan membaca sebagai
literatur yang relevan dengan tema makalah dan diolah dengan teknik analisis
isi melalui kegiatan mengeksposisikan data tersebut dalam konteks tema makalah.
BAB II
ISI
A. Prinsip
Kesopanan (Politeness Principles)
Kesopansantunan
pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut
sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’. Pandangan kesantunan dalam kajian
pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff,
Bowl dan Levinson. Prinsip kesopanan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim
kebijaksanaan (tact maxim), maksim kemurahan (generosity maxim), maksim
penerimaan (approbation maxim), maksim kerendahhatian (modesty maxim), maksim
kecocokan (agreement maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip
kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri
(self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain
adalah lawan tutur (Dewa Putu Wijana, 1996).
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi
lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip
kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita
mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang
tidak sopan.
1. Maksim Kebijaksanaan (tact maxim)
Gagasan dasar
maksim kebijkasanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta
pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan
dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan
bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan
akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Leech (dalam Wijana, 1996)
mengatakan bahwa semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan
orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan
yang diutarakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan
tuturan yang diutarakan secara langsung. Pelaksanaan maksim kebijaksanaan dapat
dilihat pada contoh tuturan berikut ini.
Tuan
rumah
: “Silakan makan saja dulu, nak! Tadi kami sudah mendahului.”Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”
Di dalam tuturan tersebut, tampak dengan sangat jelas bahwa apa yang dituturkan si Tuan Rumah sungguh memaksimalkan keuntungan sang Tamu.
Dengan Maksim
kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan
dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi
apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Pelaksanaan maksim kedermawanan dapat
dilihat pada contoh tuturan berikut ini.
Anak kos
A
: “Mari saya cucikan baju kotormu. Pakaianku tidak banyak kok yangkotor”
Anak kos B : “Tidak usah, mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga kok.”
Dari tuturan
tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa Anak kos A berusaha memaksimalkan
keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal
itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya
si B.
Di dalam maksim
penghargaan dijelaskan bahwa seseorang akan dapat dianggap santun apabila dalam
bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim
ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling
mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Peserta tutur yang sering mengejek
peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang
tidak sopan. Dikatakan demikian karena tindakan mengejek merupakan tindakan
tidak menghargai orang lain. Pelaksanaan maksim penghargaan dapat dilihat pada
contoh tuturan berikut ini.
Dosen
A : “Pak, aku
tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Business English.”Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu bagus sekali.”
Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap rekan dosennya pada contoh di atas ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian dari dosen B.
4. Maksim Kesederhanaan
Di dalam maksim
kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat
bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri.
Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati jika di dalam kegiatan bertutur selalu
memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Pelaksanaan maksim kesederhanaan atau
maksim kerendahan hati dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.
Ibu
A : “Nanti ibu yang
memberikan sambutan dalam rapat Dasa Wisma ya.”Ibu B : ” Waduh..nanti grogi aku.”
Dalam contoh di
atas ibu B tidak menjawab dengan: “Oh, tentu saja. Memang itu kelebihan saya.”
Ibu B mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri dengan mengatkan: ”
Waduh..nanti grogi aku.”
Di dalam maksim
ini, diharapkan para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau
kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau
kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur,
masing-masing dari mereka dapat dikatakan bersikap santun. Pelaksanaan maksim
pemufakatan/Kecocokan dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.
Guru
A
: “Ruangannya gelap ya, Bu.”Guru B : “He’eh. Saklarnya mana ya?”
Pada contoh di atas, tampak adanya kecocokan persepsi antara Guru A dan B bahwa ruangan tersebut gelap. Guru B mengiyakan pernyataan Guru A bahwa ruangan gelap dan kemudian mencari saklar yang member makna perlu menyalakan lampu agar ruangan menjadi terang.
6. Maksim Kesimpatian
Maksim ini
diungkapkan dengan tuturan asertif dan ekspresif. Di dalam maksim kesimpatian,
diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara
pihak yang satu dengan pihak lainnya. Jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan
atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur
mendapat kesusahan, atau musibah penutur layak berduka, atau mengutarakan bela
sungkawa sebagai tanda kesimpatian.Sikap antipati terhadap salah satu peserta
tutur akan dianggap tindakan tidak santun. Pelaksanaan maksim kesimpatian dapat
dilihat pada contoh tuturan berikut ini.
Mahasiswa A : “Mas, aku akan ujian tesis minggu
depan.”Mahasiswa B : “Wah, selamat ya. Semoga sukses.”
1. Face Wants
Di dalam interaksi sosial sehari-hari, orang
pada umumnya berperilaku seolah-olah ekspektasi mereka terhadap public
self-image yang mereka miliki akan dihargai orang lain. Jika seorang
penutur mengatakan sesuatu yang merupakan ancaman terhadap ekspektasi orang
lain mengenai self-image mereka, tindakan tersebut dikatakan
sebagai Face Threatening Act (FTA). Sebagai alternatif,
seseorang dapat mengatakan sesuatu yang memiliki kemungkinan ancaman lebih
kecil. Hal ini disebut sebagai Face Saving Act (FSA).
Perhatikan contoh berikut:
Seorang tetangga sedang memainkan musik
sangat keras dan pasangan suami istri sedang mencoba untuk tidur. Si suami
dapat melakukan FTA: “Aku akan mengatakan padanya untuk mematikan musik berisik
itu sekarang juga!” atau si istri dapat melakukan FSA: “Barangkali kita dapat
memintanya untuk berhenti memainkan musik itu karena sekarang sudah mulai larut
dan kita perlu tidur”.
Menurut Brown
dan levinson, negative face adalah the basic
claim to territories, personal preserves, and rights to non-distraction dan
positive face adalah the positive and consistent image people have of
themselves, and their desire for approval. Dengan kata lain, negative
face adalah kebutuhan untuk mandiri dan positive face adalah
kebutuhan untuk terkoneksi (menjalin hubungan). Sehubungan dengan negative dan positive
face, maka dapat disimpulkan bahwa FSA berorientasi pada negative
face dan mementingkan kepentingan orang lain, bahkan termasuk
permintaan maaf atas gangguan yang diciptakan. FSA seperti ini dinamakan negative
politeness. Sedangkan FSA yang berorientasi terhadap positive
face seseorang akan cenderung menunjukkan solidaritas dan menekankan
bahwa kedua pihak (penutur dan mitra tutur) menginginkan hal yang sama dan
tujuan yang sama pula. FSA dalam bentuk ini dinamakan positive
politeness.
Secara singkat, Yule (2010:135)membedakan positive face dan
negative face sebagai berikut.
Positive
Face
|
Negative
Face
|
|
Keinginan
|
Pendekatan sosial
|
Kebebasan dari
pembebanan
|
Kebutuhan
|
|
|
Penekanan
|
Pada solidaritas dan kesamaan
|
pada penghormatan dan kepedulian
|
Negative
politeness memberikan perhatian pada negative
face, dengan menerapkan jarak antara penutur dan mitra tutur dan tidak
mengganggu wilayah satu sama lain. Penutur menggunakannya untuk menghindari
paksaan, dan memberikan mitra tutur pilihan. Penutur dapat menghindari kesan
memaksa dengan menekankan kepentingan orang lain dengan menggunakan permintaan
maaf, atau dengan mengajukan pertanyaan yang memberikan kemungkinan untuk
menjawab “tidak”. Misal, di sebuah gedung student center, Anda
meminta pertolongan untuk menyebutkan alamat situs yang Anda perlukan dengan
berkata pada David,
“Maaf, saya tidak bermaksud
mengganggu, tapi barangkali Anda bisa memberitahukan alamat situs yang dosen
bicarakan tadi pagi?”
Contoh yang lain,
“Maaf mengganggu, Bisakah saya
meminjam uang lima ratus ribu, ehmm, jika kamu Anda tidak membutuhkannya
sekarang?
Adanya pemberian pilihan
berpengaruh pada tingkat kesantunan. Semakin besar kemungkinan pilihan jawaban
“tidak” diberikan, maka semakin sopan lah tuturan tersebut.
Positive politeness bertujuan untuk menyelamatkan dengan menerapkan kedekatan dan
solidaritas, biasanya dalam pertemanan atau persahabatan, membuat orang lain
merasa nyaman dan menekankan bahwa kedua pihak (penutur dan mitra tutur)
memiliki tujuan yang sama. Misal Anda masih berada di student center dan
masih memerlukan bantuan, kali ini Anda meminta bantuan pada teman dekat Anda,
Rudi.
“Rudi, kamu kan punya memori
yang baik dan keren, akan lebih keren jika kamu memberitahu saya alamat situs
yang dimaksud pak Handano tadi pagi.”
4. Superstrategies
Dalam Kesopanan
Dalam setiap tindak tutur, kita
selalu memiliki banyak ekspresi tuturan. Brown and Levinson (1987) menyarankan
beberapa superstrategiesi bagi pengguna bahasa untuk bias
berkomunikasi dengan cara yang sopan (dikutip dari Yule, 1996, pp.62-66).”
Contoh berikut ini akan member penjelasan mengenai superstrategies.
Misalnya Anda sedang mengikuti ujian. Anda kemudian menyadari bahwa anda tidak
membawa pena. Anda yakin teman sekelas anda akan memberi bantuan. Dalam kasus
ini, pertama-tama anda harus membuat keputusan apakah mengatakan sesuatu atau
tidak.
a. Tidak
mengatakan sesuatu
Anda dapat langsung mencari di
dalam tas tanpa mengatakan apapun menunggu teman anda bertanya atau menawarkan
bantuan. Pendekatan ‘tidak mengatakan apapun’ mungkin berhasil atau tidak
berhasil. Hal tersebut bergantung pada bagaimana orang lain menginterpretasikan
tindakan anda.
b. Mengatakan
sesuatu : off record
Jika anda memutuskan untuk
mengatakan sesuatu, anda bisa berkata: “Oh dear. I Forgot my pen”.
Sama halnya dengan pendekatan ‘tidak mengatakan sesuatu”, mengatakan sesuatu:
off record ini juga memiliki kemungkinan untuk berhasil atau pun gagal. Tidak
ada jaminan bahwa orang lain pasti memahami maksud anda.
c. Mengatakan
sesuatu: on record
Berlawanan
dengan pernyataan off record, anda bisa mengekspresikan kebutuhan
anda dengan langsung berbicara pada seseorang. Cara yang paling eksplisit untuk
menyatakan kebutuhan anda adalah dengan tegas on record. Anda
bisa secara langsung meminta bantuan dengan mengatakan: “Give me a
pen!” Permintaan yang tegas, mengikuti maksim Grice adalah
benar-benar langsung dan ringkas. Meskipun demikian, hal ini memiliki potensi
mengancam muka mitra tutur jika permintaan ini dianggap sebagai sebuah
perintah. Untuk menghindari hal tersebut, anda harus melakukan face saving acts
yang menggunakan strategi kesopanan positif dan negative untuk meredam ancaman.
Strategi
kesopanan positif berorientasi pada usaha untuk memperbaiki ancaman positive
face pendengar. Ketika anda menggunakan kesopanan positif, cobalah
untuk membayangkan bahwa pendengar memiliki dasar yang sama atau bahkan
memiliki hubungan pertemanan dengan anda. Menggunakan bahasa identitas dalam
sebuah kelompok, anda bisa berkata: (“How about letting me use your pen?)”
bentuk let menandai adanya rasa solidaritas di antara
pembicara dan pendengar. Namun demikian, tetap saja strategi ini memiliki
resiko untuk ditolak jika si pendengar berbeda tingkat social dengan anda.
Dalam kasus ini, strategi kesopanan sebaliknya mungkin lebih tepat untuk
digunakan.
Strategi
kesopanan negatif tidak selalu bermaksud tidak baik. Kenyataannya, strategi ini
bermaksud memperbaiki fakta negative yang mengancam pendengar. Anda dapat
meminta bantuan secara tidak langsung dengan bertanya “Could you lend
me a pen?” atau “Sorry to bother you, but may I borrow your
pen?” Pertanyaan-pertanyaan ini didahului oleh ungkapan permintaan
maaf untuk pembebanan yang menunjukkan keprihatinan anda tentang kerugian untuk
pendengar. Selain itu, meminta izin untuk mengajukan pertanyaan lebih sopan.
B. Interaksi
Interaksi adalah hubungan-hubungan sosial yang
menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok.
Syarat
terjadinya interaksi sosial terdiri atas
kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial tidak hanya dengan
bersentuhan fisik. Dengan perkembangan tehnologi manusia dapat berhubungan
tanpa bersentuhan, misalnya melalui telepon, telegrap dan lain-lain. Komunikasi
dapat diartikan jika seseorang dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau
perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
a.
Proses interaksi yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor:
- Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
- Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.
- Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.
- Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya)
- Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.
b. Macam
- Macam Interaksi :
1. Interaksi antara individu dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
2. Interaksi antara individu dan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.
3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
2. Interaksi antara individu dan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.
3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
c.
Bentuk - Bentuk Interaksi Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu (p. 49) :
1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk asosiasi (hubungan atau gabungan) seperti :
a. Kerja sama
Adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
b. Akomodasi
Adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.
c. Asimilasi
Adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.
d. Akulturasi
Adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.
2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada
bentuk - bentuk pertentangan atau konflik, seperti :
a. Persaingan
Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.
b. Kontravensi
Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.
c. Konflik
Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.
d. Ciri - Ciri Interaksi Sosial
Menurut Tim Sosiologi (2002), ada empat ciri - ciri interaksi sosial, antara lain (p. 23) :
a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang
b. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial
c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas
d. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu
e. Syarat - Syarat Terjadinya
Interaksi Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dapat berlangsung jika memenuhi dua syarat di bawah ini, yaitu (p. 26) :
a. Kontak sosial
Adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik.
b. Komunikasi
Artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kesopansantunan
pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut
sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’. Model kesopan santunan antara lain:
face wants, negative dan positive face, negative dan positive politeness,
superstrategies dalam kesopanan. Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam
interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan
bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan
tuturnya. Maksim Kesopansantunan Leech yaitu sebagai berikut : Maksim
Kebijaksanaan (tact maxim), Maksim Kedermawanan, Maksim Penghargaan, Maksim
Kesederhanaan, Maksim Pemufakatan/Kecocokan, Maksim Kesimpatian.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah
diuraikan maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut, yakni:
1) Kita sebagai
penutur harus dapat bertutur secara santun agar tercipta komunikasi yang sehat
antara penutur dan mitra tutur.
2) Kita
terapkan atau implementasikan konsep-konsep kesantunan dari para ahli dalam
bertutur dengan orang lain.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press
http://littlestoriesoflanguages.wordpress.com/2012/05/16/prinsip-kesopanan-politeness-principles/
hmmm
BalasHapus